Hitam puteh bak mata.

hitam puteh bak mata. Diberdayakan oleh Blogger.

hitam puteh bak mata

18/09/12

Tgk. Hasan Tiro telah kembali


Bagaikan seorang panglima yang baru pulang dari medan perang, Teungku Hasan Muhammad Ditiro, pemimpin tertinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang di deklarasikannya pada tanggal 4 Desember 1976 di gunung Halimon Pidie, Nanggroe Aceh Darussalam. Tiga tahun lamanya, Hasan Tiro dan para pengikutnya bergerilya keluar masuk hutan di Aceh untuk menghindari kejaran aparat keamanan RI setelah akhirnya berhasil keluar dari Aceh tahun 1979.

DR. Teungku Hasan Muhammad Ditiro, “Wali Nanggroe” yang saat ini sudah berusia 83 tahun, adalah lulusan Ilmu Hukum International Universitas Columbia. Dalam buku karangannya setebal 226 halaman “The Prince of Freedom : The Unfinished Diary” yang merupakan catatan hariannya ketika beliau berperang di hutan Aceh pada 1976 -1979, berjanji bahwa ia akan kembali ke Aceh. “Hanya orang gila dan dungu yang percaya bahwa aku tak akan kembali lagi”.

Isyarat yang pernah dinukilkan di buku yang ditulisnya dua puluh sembilan tahun silam itu, benar-benar akan diwujudkannya ketika pesawat Malaysia Air System yang membawanya bersama delegasi petinggi Gerakan Aceh Merdeka serta utusan dari Uni Eropa mendarat di Kuala Lumpur International Airport, sabtu 4 oktober 2008 pukul 09.30 waktu Malaysia dan disambut oleh GAM Malaysia dan tokoh-tokoh Aceh yang ada di Malaysia. Rombongan singgah di Malaysia selama seminggu untuk bersilaturrahmi dengan warga Aceh serta mengadakan beberapa pertemuan. Dr. Hamid Awaluddin, mantan pimpinan delegasi pemerintah RI saat penandatanganan nota kesepahaman damai Aceh (MoU Helsinki) 15 Agustus 2005, menyempatkan diri untuk datang ke Malaysia menjumpai Tgk. Hasan Tiro serta rombongannya seperti yang pernah ia janjikan bila suatu saat Wali hendak pulang ke Aceh. Disamping itu, Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Tgk. Muzakir Manaf dan sekretaris KPA, Ibrahim Syamsuddin KBS serta Gubernur Aceh Irwandi Yusuf (yang sedang menjalani pemulihan kesehatannya di Singapura) tampak bersama delegasi GAM di Malaysia. Petinggi GAM lainnya yang turut bersama beliau dari Swedia adalah, Tgk Malik Mahmud (mantan Perdana Menteri GAM), Dr. Zaini Abdullah (mantan Menteri Kesehatan GAM), Zakaria Saman (mantan Menteri Pertahanan GAM) dan pembantu pribadi Wali, Muzakir Hamid.

Sabtu, 11 Oktober 2008, Teungku Hasan Muhammad Ditiro menginjakkan kakinya untuk pertama kali di tanah Aceh sejak beliau meninggalkan Aceh tahun 1979. Delegasi petinggi GAM Swedia yang berjumlah seratusan orang dan menggunakan dua pesawat carteran dari Malaysia, diantar oleh Farid Husin, utusan pemerintah RI dan staf dari Uni Eropa untuk masuk ke Indonesia menuju ibu kota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Banda Aceh. Di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang Aceh Besar, rombongan disambut dengan kumandang azan dan syalawat Nabi. Di atas sajadah yang dibentangkan, Tgk. Hasan Muhammad Ditiro melakukan sujud syukur atas keselamatannya yang telah sampai kembali di tanah leluhur. Ribuan masyarakat menyambut kedatangan beliau serta rombongan di bandara SIM.

Selanjutnya, delegasi GAM yang dipimpin Tgk. Hasan Muhammad Ditiro dengan diiringi satu truk penabuh rapa’i serune kalee menuju Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, dimana ratusan ribu masyarakat yang sejak beberapa hari sebelumnya berdatangan dari seluruh pelosok wilayah Aceh telah menunggu kedatangan beliau dan rombongan. Pengawalan dan pengamanan ketat dilakukan pihak GAM sejak dari bandara yang melibatkan pengawal-pengawal khusus berjumlah 360 personil yang ditempatkan di beberapa titik lokasi. Rata-rata para pengawal tersebut merupakan jebolan dari pendidikan militer di Libya.

“Lon katroeh teuka u Aceh” (saya sudah sampai di Aceh). Kalimat pertama yang terucap dari bibir beliau menyahut antusiasnya ratusan ribu masyarakat yang menghadiri prosesi penyambutan dan pertemuan silaturrahmi di halaman Mesjid Raya kebanggaan rakyat Aceh, Mesjid Baiturrahman Banda Aceh. Di usianya yang sudah 83 tahun, beliau tampak masih gagah dibalik balutan jas gelap walau ada sedikit rasa kelelahan setelah melakukan perjalanan panjang sejak mulai dari Swedia, singgah seminggu di Malaysia dan akhirnya tiba dengan selamat di tanah Serambi Mekkah, tanah negeri sendiri yang tak pernah lelah bergejolak dalam sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh.

Kehadiran kembali pemimpin perjuangan Gerakan Aceh Merdeka ke tanah asalnya, merupakan atsmospir baru yang akan memperkokoh tali perdamaian yang telah dicapai antara pemerintah RI dan GAM. Setelah dua puluh sembilan tahun berkelana di negeri Eropah untuk mengendalikan sebuah perjuangan menuntut hak dan ketidakadilan bagi rakyat Aceh, GAM telah berbuat dan melakukan sebuah perjuangan. Buku sejarah itu tentu sudah banyak menuliskan tentang kepedihan dan pengorbanan. Perjuangan butuh waktu dan akan sangat panjang bila tidak ada penyelesaian. Harga sebuah perjuangan adalah mahal. Tapi, perdamaian nilainya lebih tinggi dan sangat mahal harganya. Rakyat Aceh khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya, akan rugi besar jika tidak dapat menjaga dan merawat perdamaian ini. Perdamaian yang telah tercipta di Aceh akan abadi bila sama-sama punya niat yang tulus dan ikhlas untuk merawatnya.

Aceh kembali mengukir sejarah baru. Pemimpin tertinggi, deklarator Gerakan Aceh Merdeka yang sangat dicari oleh pihak keamanan Indonesia semasa konflik dahulu, kini sudah kembali dengan membawa bunga perdamaian. Hasan Tiro bukan hanya milik GAM, beliau adalah orang tua rakyat Aceh. Beliau telah membuat sejarah bagi rakyat Aceh. Catatan panjang perjuangannya akan selalu dikenang. Satu pohon perdamaian yang ditanam olehnya akan dirawat dan selalu disiram agar tidak layu. Rakyat Aceh akan menjaganya. Lestarikan taman perdamaian di bumi Serambi Mekkah agar rakyat Aceh selalu dapat hidup dengan aman dan nyaman.
Semoga!
Terima kasih telah membaca artikel: Tgk. Hasan Tiro telah kembali

0 komentar: